Surti dan Tiga Sawunggaling
Sutradara: Sitok Srengenge | Naskah: Goenawan Mohamad | Aktor: Ine Febriyanti
Teater Salihara | Jumat-Sabtu, 22-23 Juli 2011, 20:00 WIB
Ini adalah lakon imajis tentang sunyi seorang perempuan. Setelah suaminya ditembak mati serdadu Belanda, Surti mengisi hari-harinya dengan membatik. Salah satu batik kesayangannya bercorak tiga sawunggaling: burung mitologis yang, menurut cerita neneknya, datang dari sebuah benua yang terbelah. Dalam belahan itu ada lahar yang tiap pagi mengeras dan akhirnya menjadi cermin. Burung sawunggaling adalah makhluk cermin. Tiap kali kita memandangnya, wajah, gerak, dan kata-kata kita dipantulkannya kembali.
Melalui tiga sawunggaling yang setia menemaninya itu Surti mengenang Jen, suaminya—seorang komandan gerilya yang ganjil, gemar memburu mimpi. Segala yang dialami Surti, pikiran dan perasaannya, pun seolah terpantul ke arah kita: keraguan tentang yang mistik, kegamangan tentang politik dan perjuangan fisik, juga gairah, amarah, rasa cemburu dan kehilangan yang saling bertautan. Dalam lakon itu, hanya Surti dan sejumlah perabot belaka yang nyata. Selebihnya, benda-benda dan peristiwa, tak lebih dari kenangan atau khayalan.
Pertunjukan ini merupakan kali kedua lakon Surti dan Tiga Sawunggaling dipentaskan di Teater Salihara. Pertunjukan yang pertama telah diadakan pada November 2010 lalu dan mendapat sambutan hangat.
Sutradara: Sitok Srengenge | Naskah: Goenawan Mohamad | Aktor: Ine Febriyanti
Teater Salihara | Jumat-Sabtu, 22-23 Juli 2011, 20:00 WIB
Ini adalah lakon imajis tentang sunyi seorang perempuan. Setelah suaminya ditembak mati serdadu Belanda, Surti mengisi hari-harinya dengan membatik. Salah satu batik kesayangannya bercorak tiga sawunggaling: burung mitologis yang, menurut cerita neneknya, datang dari sebuah benua yang terbelah. Dalam belahan itu ada lahar yang tiap pagi mengeras dan akhirnya menjadi cermin. Burung sawunggaling adalah makhluk cermin. Tiap kali kita memandangnya, wajah, gerak, dan kata-kata kita dipantulkannya kembali.
Melalui tiga sawunggaling yang setia menemaninya itu Surti mengenang Jen, suaminya—seorang komandan gerilya yang ganjil, gemar memburu mimpi. Segala yang dialami Surti, pikiran dan perasaannya, pun seolah terpantul ke arah kita: keraguan tentang yang mistik, kegamangan tentang politik dan perjuangan fisik, juga gairah, amarah, rasa cemburu dan kehilangan yang saling bertautan. Dalam lakon itu, hanya Surti dan sejumlah perabot belaka yang nyata. Selebihnya, benda-benda dan peristiwa, tak lebih dari kenangan atau khayalan.
Pertunjukan ini merupakan kali kedua lakon Surti dan Tiga Sawunggaling dipentaskan di Teater Salihara. Pertunjukan yang pertama telah diadakan pada November 2010 lalu dan mendapat sambutan hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar